Masih Ragu mau impor atau ekspor? atau baru pertama kali?

Langsung saja hubungi arahin.id, kami siap membantu, menjawab setiap pertanyaan Anda!

Pajak merupakan pungutan wajib kepada negara baik oleh seseorang maupun badan usaha yang memenuhi persyaratan menurut peraturan perundang-undangan. Pajak sendiri ada banyak jenisnya, namun tidak akan kami bahas semua di sini.

Sebab, kami hanya berfokus menjelaskan salah satu jenis pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan impor yaitu pajak impor. Pada artikel ini, kami akan menjelaskan bagaimana sih cara menghitung berapa total pajak yang harus dibayarkan untuk impor menuju ke Indonesia. Mari kita simak sama-sama.

Apa Itu Pajak Impor?

Sebelum membahas lebih jauh bagaimana cara perhitungan pajak impor di Indonesia, terlebih dahulu Anda harus mengetahui pengertian pajak impor. Istilah pajak impor di Indonesia dikenal dengan sebutan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI).

Pajak impor adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas komoditas atau barang-barang impor. Perlu diketahui, pajak ini tidak sama dengan bea masuk dan cukai, jadi ada perhitungannya tersendiri.

Ketentuan Pajak Impor

Ketentuan mengenai PDRI diatur sepenuhnya di dalam PMK 199/2019. Berikut ini ketentuan pajak impor menurut peraturan tersebut :

  • Jika nilai impor kurang dari US$3 per kiriman atau setara Rp45.000 (kurs 2023 sekira Rp15.000 per dolar AS) tidak dikenakan Bea Masuk, tapi dikenakan PPN 11% sesuai UU HPP.
  • Jika nilai impor lebih dari US$3 hingga US$1500 per kiriman akan dikenakan Bea Masuk 7,5% dan PPN 11%
  • Nilai impor lebih dari US$1500 per kiriman dikenakan Bea Masuk, PPN, dan PDRI

Cara Menghitung Pajak Impor

PDRI terdiri dari beberapa jenis pajak, yakni:

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
  • Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh 22)
  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

PDRI atau pajak impor dihitung berdasarkan nilai impor barang atau nilai barang di dalam international commercial term CIF atau Cost, Insurance and Freight.

CIF adalah total nilai harga barang yang telah ditambahkan ongkos kirim dan asuransi, atau dengan kata lain, nilai impor adalah hasil penambahan bea masuk dengan nilai impor suatu barang. Supaya tidak bingung, berikut kami berikan contohnya :

 

Contoh 1

Ghea membeli alat masak dari Korea Selatan melalui e-commerce pada bulan Januari 2020. Adapun nilai impornya adalah Rp5.400.000. Hitunglah komponen pajak dalam rangka impor yang harus dibayar oleh Ghea bila ia memiliki NPWP!

Nilai impor=Rp5.400.000
Bea Masuk=7,5% x Rp5.400.000
 =Rp405.000
PPN 11%=11% x (Rp5.400.000 + Rp405.000)
 =11% x Rp5.805.000
 =Rp638.550
PPh Pasal 22 impor=11% x (Rp5.400.000 + Rp405.000)
 =11% x Rp5.805.000
 =Rp638.505
Total pajak yang harus dibayar=Rp405.000 + Rp638.550 + Rp638.550
 =Rp1.682.100

 

Contoh 2

Budi membeli alat olahrga dari Perancis melalui e-commerce pada bulan Mei 2020. Adapun nilai impornya adalah Rp15.000.000. Hitunglah komponen pajak dalam rangka impor yang harus dibayar oleh Budi bila ia memiliki NPWP!

Nilai impor=Rp15.000.000
Bea Masuk=7,5% x Rp15.000.000
 =Rp1.125.000
PPN 11%=11% x (Rp15.000.000 + Rp1.125.000)
 =11% x Rp16.125.000
 =Rp1.773.750
PPh Pasal 22 impor=11% x (Rp15.000.000 + Rp1.125.000)
 =11% x Rp16.125.000
 =Rp1.773.750
Total pajak yang harus dibayar=Rp15.000.000 + Rp1.773.750 + Rp1.773.750
 =Rp18.547.500

Bagaimana tidak sulit bukan? Karena kedua barang tersebut tidak tergolong sebagai barang mewah maka tidak dikenakan pajak atas barang mewah. Lain halnya jika yang diekspor adalah mobil sport, maka ada Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang harus dibayarkan oleh importir.

Itulah dia cara perhitungan pajak impor. Semoga artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan bagi Anda. Jika membutuhkan jasa impor yang aman dan terpercaya, jangan ragu untuk menghubungi Arahin.

Isi konten: