Dalam industri pengiriman yang semakin berkembang pesat, meningkatkan efisiensi operasional menjadi kunci utama bagi perusahaan pelayaran untuk tetap dapat bersaing dan memberikan pelayanan terbaik.
Satu aspek penting yang sering kali menjadi perhatian utama adalah Dwelling Time. Dwelling time memainkan peran krusial dalam menentukan kecepatan dan ketepatan pengiriman barang, serta biaya operasional yang harus ditanggung oleh perusahaan pelayaran.
Semakin rendah Dwelling Time, semakin efisien proses bongkar muat, dan dampak positifnya terasa dalam meningkatkan produktivitas dan keuntungan.
Mari kita cari tahu apa pengertian Dwelling Time dalam konteks industri pengiriman, serta komponen apa saja yang memengaruhinya dan strategi yang dapat diimplementasikan demi meminimalkan Dwelling Time.
Pengertian Dwelling Time dalam industri pengiriman
Dwelling Time dalam konteks industri pengiriman atau shipping merujuk pada waktu yang dihabiskan oleh sebuah kapal di pelabuhan saat melakukan proses bongkar muat, yaitu saat mengangkut muatan dari kapal ke daratan (unloading) atau sebaliknya dari daratan ke kapal (loading).
Kondisi ini mencakup keseluruhan periode yang diperlukan untuk menyelesaikan proses bongkar muat, termasuk waktu antrian kapal di pelabuhan, waktu pemuatan dan pemindahan muatan, serta waktu administrasi dan inspeksi.
Dwelling time merupakan faktor krusial dalam efisiensi dan kinerja keseluruhan dalam industri pengiriman. Waktu yang lama dihabiskan di pelabuhan dapat menyebabkan penundaan dalam pengiriman barang, biaya operasional yang tinggi, dan pengurangan daya saing perusahaan pelayaran.
Oleh karena itu, mengoptimalkan Dwelling Time menjadi fokus penting bagi perusahaan pelayaran guna meningkatkan produktivitas, mengurangi biaya, dan memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan.
Dalam upaya untuk mengatasi tantangan yang terkait dengan Dwelling Time, perusahaan pelayaran sering kali bekerja sama dengan otoritas pelabuhan, mitra perusahaan logistik, dan pihak-pihak terkait lainnya guna mencari solusi yang efektif dan meningkatkan efisiensi proses bongkar muat di pelabuhan.
Apa yang dimaksud dengan Dwell Fee?
Dwell Fee (Dwell Time Fee) adalah biaya tambahan yang dikenakan oleh terminal pelabuhan kepada operator kapal atau pemilik kargo atas waktu tambahan yang digunakan oleh kapal atau kargo di pelabuhan setelah melewati batas waktu yang ditetapkan.
Dwell Time Fee diberlakukan ketika kapal atau kargo melebihi waktu yang diizinkan untuk berada di pelabuhan, yang biasanya sudah ditentukan oleh kesepakatan atau regulasi antara terminal pelabuhan dan operator kapal atau pemilik kargo.
Batas waktu ini ditetapkan untuk menghindari kemacetan di pelabuhan, meningkatkan efisiensi operasional, dan memastikan ketersediaan fasilitas pelabuhan untuk kapal-kapal lainnya. Jika kapal atau kargo melebihi Dwelling Time yang telah ditentukan, terminal pelabuhan akan menarik Dwell Fee sebagai denda atau biaya tambahan.
Besarnya Dwell Fee bervariasi tergantung pada kebijakan dan perjanjian di antara pihak-pihak yang terlibat, serta durasi melebihi Dwelling Time yang telah ditentukan.
Pengenaan denda atau biaya tambahan ini menjadi salah satu cara yang digunakan oleh terminal pelabuhan untuk mendorong kapal-kapal atau pemilik kargo agar mematuhi jadwal yang telah ditentukan dan meningkatkan efisiensi dalam proses bongkar muat.
Apa saja komponen yang memengaruhi Dwell Time?
Ada tujuh komponen yang dapat berdampak pada meningkatnya Dwelling Time secara umum, antara lain:
- Dermaga
- Akses ke perairan
- Jalur navigasi
- Terminal pelabuhan
- Keterkaitan rantai pasok
- Fasilitas penyimpanan kargo/kontainer dan depo kereta gandeng truk
- Cuaca
Berikut ini penjelasan untuk masing-masing komponen tersebut.
1. Dermaga
Dermaga adalah area di pelabuhan yang digunakan untuk memuat dan membongkar kapal. Jumlah dan efisiensi dermaga yang tersedia di pelabuhan dapat memengaruhi Dwelling Time. Jika pelabuhan memiliki jumlah dermaga yang terbatas atau tidak memadai, kapal mungkin harus menunggu giliran untuk bongkar muat, menyebabkan peningkatan waktu Dwelling Time.
2. Akses ke perairan
Akses ke perairan merujuk pada kemampuan kapal untuk bergerak masuk dan keluar dari pelabuhan dengan mudah. Ketika akses ke perairan terbatas atau terhambat, kapal mungkin mengalami kesulitan dalam manuver dan proses bongkar muat, yang berdampak pada peningkatan Dwelling Time.
3. Jalur navigasi
Jalur navigasi adalah jalur yang digunakan kapal untuk masuk dan keluar dari pelabuhan. Jalur navigasi yang sempit atau dangkal dapat menyulitkan kapal untuk berlayar dengan aman, terutama selama kondisi cuaca buruk. Hal ini dapat mengakibatkan penundaan dalam pelayaran dan berdampak kepada Dwelling Time.
4. Terminal pelabuhan
Terminal pelabuhan adalah area khusus yang ditentukan untuk menangani jenis kargo tertentu, misalnya petikemas, barang curah, atau barang khusus lainnya. Jika terminal yang diperlukan untuk jenis kargo tertentu tidak efisien atau kelebihan muatan, hal ini dapat menyebabkan keterlambatan dalam bongkar muat dan meningkatkan Dwelling Time.
5. Keterkaitan rantai pasok
Koneksi yang kuat antara pelabuhan, gudang, dan jaringan transportasi lainnya sangat penting untuk mengoptimalkan proses bongkar muat dan pengiriman kargo. Jika ada masalah dalam rantai pasok, seperti kurangnya koordinasi atau kesalahan dalam penjadwalan, Dwelling Time dapat meningkat karena proses logistik menjadi terhambat.
6. Fasilitas penyimpanan kargo/kontainer dan depo kereta gandeng truk
Ketersediaan ruang penyimpanan yang memadai untuk kargo/kontainer serta ketersediaan depo untuk kereta gandeng truk adalah hal penting untuk kelancaran proses bongkar muat. Jika pelabuhan tidak memiliki cukup fasilitas penyimpanan semacam ini, kargo mungkin harus menunggu untuk diangkut atau dipindahkan, sehingga berdampak pada Dwelling Time.
7. Cuaca
Kondisi cuaca buruk seperti badai, gelombang ombak yang tinggi, atau kabut tebal dapat memengaruhi operasional pelabuhan dan keamanan pelayaran. Kapal mungkin harus menunda pelayaran atau mengurangi kecepatan saat berlayar dalam kondisi cuaca yang tidak kondusif. Hal ini dapat menyebabkan penundaan dalam tiba di pelabuhan dan memperpanjang Dwelling Time.
Contoh nyata kasus Dwelling Time
Berikut adalah beberapa contoh nyata terkait kasus Dwelling Time yang pernah terjadi di seluruh dunia.
1. Kasus pelabuhan di Afrika
Pada tahun 2017, sebuah laporan dari African Development Bank mencatat bahwa Dwelling Time di beberapa pelabuhan di Afrika Sub-Sahara masih sangat tinggi, mencapai rata-rata 8-11 hari untuk proses bongkar muat. Contohnya, di Pelabuhan Dar es Salaam, Tanzania, Dwelling Time mencapai lebih dari dua minggu.
Faktor-faktor pemicu seperti infrastruktur yang terbatas, peraturan yang rumit, dan keterbatasan kemampuan operasional menjadi penyebab utama tingginya Dwelling Time di beberapa pelabuhan di kawasan tersebut.
2. Pelabuhan Los Angeles dan Long Beach, Amerika Serikat
Pelabuhan Los Angeles dan Long Beach merupakan salah satu kompleks pelabuhan tersibuk di dunia dan menjadi titik masuk kargo penting untuk Amerika Serikat.
Pada awal tahun 2021, tingginya permintaan akan kargo mengakibatkan tingkat Dwelling Time yang tinggi, terutama untuk kontainer. Antrian kapal-kapal yang panjang dan keterlambatan dalam proses bongkar muat menyebabkan Dwelling Time yang melebihi rata-rata.
3. Kasus di India
Pada tahun 2018, India berusaha meningkatkan efisiensi pelabuhannya dan mengurangi Dwelling Time. Beberapa pelabuhan utama di negara ini, seperti Jawaharlal Nehru Port Trust di Mumbai dan Chennai Port, menghadapi masalah Dwelling Time yang tinggi.
Upaya untuk meningkatkan infrastruktur, mengadopsi teknologi modern, dan memperbaiki prosedur administratif dilakukan untuk mengatasi masalah ini.
4. Pelabuhan Shanghai di China
Pelabuhan Shanghai merupakan salah satu pelabuhan tersibuk di dunia. Meskipun memiliki kapasitas besar dan infrastruktur canggih, dalam beberapa kasus, Dwelling Time dapat meningkat selama periode puncak atau kondisi tertentu, seperti peristiwa cuaca ekstrem atau kenaikan permintaan yang signifikan.
Dwelling Time dapat bervariasi berdasarkan peristiwa khusus, kapasitas pelabuhan, dan kondisi ekonomi dan politik. Segala upaya untuk mengatasi masalah Dwelling Time terus dilakukan dengan mengadopsi solusi inovatif, mengoptimalkan infrastruktur, meningkatkan proses bongkar muat, dan memperkuat kerja sama antara berbagai pihak dalam industri pengiriman dan logistik.
Cara menghitung Dwelling Time
Cara menghitung Dwelling Time bisa menggunakan rumus CDT = STS/C. Rumus ini mengacu pada cara menghitung Container Dwell Time (CDT) menggunakan dua variabel, yaitu Ship Turnaround Time (STS) dan Container Moves (C)
- Ship Turnaround Time (STS)
Ship Turnaround Time adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan proses bongkar muat dan kegiatan lainnya pada kapal, mulai dari saat kapal tiba di pelabuhan hingga kapal siap berangkat kembali. STS mencakup semua kegiatan yang terkait dengan kapal, termasuk bongkar muat, pemuatan bahan bakar, pemeriksaan kapal, dan kegiatan operasional lainnya. - Container Moves (C)
Container Moves mengacu pada jumlah perpindahan kontainer (bongkar muat) yang dilakukan selama proses bongkar muat kapal di pelabuhan.
Berikut ini langkah-langkah menghitung Container Dwell Time (CDT) menggunakan rumus di atas.
- Langkah 1: Tentukan nilai Ship Turnaround Time (STS)
- Langkah 2: Tentukan jumlah Container Moves (C)
- Langkah 3: Bagi nilai STS dengan jumlah C (STS/C)
- Langkah 4: Hasil dari STS/C akan memberikan nilai Container Dwell Time (CDT)
Contoh menghitung Dwelling Time
Misalkan kapal tiba di pelabuhan pada tanggal 10 Oktober 2023, yaitu pada pukul 08.00. Selanjutnya kapal ini selesai melakukan proses bongkar muat pada tanggal 15 Oktober 2023, yaitu pada pukul 16.00. Selama proses bongkar muat, terdapat total 500 perpindahan kontainer (Container Moves).
Maka diperoleh data-data sebagai berikut.
Variabel | Fakta yang didapatkan |
STS (Ship Turnaround Time) | (15 Oktober 2023 pukul 16.00) - (10 Oktober 2023 pukul 08.00) = 5 hari 8 jam atau 5,33 hari |
C (Container Moves) | 500 perpindahan kontainer |
CDT (Container Dwell Time) | = 5,33 hari / 500 = 0,01066 hari per kontainer atau 15 menit per kontainer |
Jadi, dalam contoh ini didapatkan hasil Container Dwell Time (CDT) sebanyak 0,01066 hari per kontainer atau sekitar 15 menit per kontainer (karena 1 hari = 24 jam).
Perhitungan CDT ini memberikan gambaran mengenai waktu rata-rata yang dihabiskan per kontainer selama proses bongkar muat pada kapal tersebut. Faktanya, semakin kecil nilai CDT, semakin efisien proses bongkar muat dan semakin cepat kontainer dapat dipindahkan dari kapal ke daratan atau sebaliknya.
Bagaimana cara mengurangi Dwelling Time?
Mengurangi Dwelling Time merupakan tujuan penting dalam industri pengiriman untuk mengoptimalkan efisiensi operasional, mengurangi biaya, dan sekaligus memberikan pelayanan yang lebih baik kepada pelanggan.
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat membantu mengurangi Dwelling Time.
- Berinvestasi dalam infrastruktur pelabuhan seperti peningkatan jumlah dan efisiensi dermaga, penggunaan peralatan canggih untuk bongkar muat, dan fasilitas penyimpanan yang memadai dapat mengurangi waktu yang dihabiskan kapal di pelabuhan.
- Menerapkan teknologi modern dan sistem otomatisasi dalam proses bongkar muat dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi waktu Dwelling Time. Contohnya, penggunaan crane otomatis untuk bongkar muat kontainer dapat mempercepat proses dengan akurasi yang lebih tinggi.
- Kerja sama yang baik antara pihak-pihak yang terlibat dalam rantai pasok, seperti operator kapal, otoritas pelabuhan, mitra logistik, dan agen pelayaran, dapat meningkatkan koordinasi dan meminimalkan hambatan operasional yang menyebabkan Dwelling Time yang tinggi.
- Mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dengan menjadwalkan jadwal kerja yang efisien, melatih pekerja dengan keterampilan yang sesuai, dan memanfaatkan teknologi untuk mengatur aktivitas kerja dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi waktu bongkar muat.
- Mempercepat proses administrasi, seperti pemeriksaan dokumen, persetujuan izin, dan pembayaran, dapat membantu mengurangi waktu yang dihabiskan di pelabuhan.
- Perusahaan pelayaran dapat memperbaiki perencanaan jadwal kapal yang efisien untuk menghindari tumpang tindih dan waktu tunggu yang tidak perlu.
- Menggunakan analisis data dan prediksi permintaan dapat membantu perusahaan pelayaran untuk mengantisipasi lonjakan permintaan dan mengatur kapal dan sumber daya dengan lebih efisien.
- Memastikan ketersediaan jaringan transportasi yang tepat dan efisien untuk mengangkut kargo dari pelabuhan ke tujuan akhir dapat membantu mengoptimalkan aliran logistik secara keseluruhan.
Menerapkan langkah-langkah ini secara komprehensif dan berkelanjutan berpotensi mengurangi Dwelling Time dan meningkatkan efisiensi operasional di pelabuhan, serta memberikan manfaat yang signifikan bagi seluruh industri pengiriman dan logistik.